Konon ada seorang Kyai
ndeso bernama Sodron (Bukan nama sebenarnya) yang meskipun tidak
memiliki banyak santri tapi cukup disegani dan dipandang punya kharisma
setidaknya di lingkungan kampungnya (setiap ada kendurian dia suruh
ngimami, kepepet kali..??)
Banyak sekali tamu yang sowan ke Kyai
Sodron ini. Dari yang hanya sebatas tanya tentang masalah-masalah Agama,
minta saran tentang menyikapi kerasnya kehidupan hingga minta do’a
barokah dalam segala macam urusan, kelancaran berbisnis, naik jabatan
terlebih saat berlangsungnya PILKADES, PILKADA, PILBUB dan PIL-PIL yang
lain he..he..
Suatu hari Kyai ini didatangi oleh seorang tamu
wanita muda, cantik, manis, anggun dan berpakaian sexy dengan baju
berpotongan leher rendah sehingga (maaf) sebagian payudaranya bagian
atas menyembul dan kelihatan dari luar (ngga banyak sich... tapi cukup
menantang.. kembali lagi setidaknya menurut ukuran wong ndeso)
Setelah mempersilahkan masuk tamu wanitanya sang Kyai menyuruh salah
seorang Khodam (santri yang biasa membantu urusan ndalemnya Kyai)
membuatkan teh dan makanan ringan yang biasanya dihidangkan untuk para
tamu, Kyai pun menemui dan njagongi tamu wanitanya yang dari raut
wajahnya kelihatan sedang gundah gulana dan bermuram durja (kalau lagi
seneng biasanya lupa silaturrahim ulama…. Hukum alam, dah biasa..)
“ Kyai.. Maksud kedatangan saya kemari pertama - tama mau silaturrahim,
kedua saya ingin minta saran dari Kyai, saya sedang dalam masalah rumit
kyai..?“ tutur tamu mulai mengungkapkan maksud kedatangannya.
“Sekiranya bisa, insya Alloh akan saya bantu,“ jawab Kyai seperti biasanya. “Monggo diceritakan masalahnya, Jeng.“
‘’Tapi maaf, Kyai. Untuk menceritakan saja saya nggak sanggup, Kyai.
Terlalu berat rasanya.“ sambung wanita muda yang dari sudut matanya
mulai terlihat berkaca - kaca.
“Insya Allah setiap masalah ada solusinya, monggo cerita. Yakinlah, Jeng.”
"Saya nggak kuat lagi, Kyai. Sudah nggak ada artinya lagi hidup ini buat saya, Kyai."
"Tenanglah, Jeng. Monggo diceritakan masalahnya, bagaimana saya bisa bantu kalau masalahnya saya nggak tahu, Jeng?"
Sambil sesekali mengusap air mata yang mulai jatuh dan sesenggukan
karena menahan isak tangisnya wanita ini mulai bercerita, sementara Kyai
mendengarkan dengan seksama sambil memejamkan mata seolah ikut larut
dalam rangkaian kesedihan tamunya.
"Kyai, sudah dua tahun lalu
saya menikah dengan lelaki pilihan saya, pernikahan kami berjalan begitu
indah nyaris sempurna, tiada hari tanpa terlalui dengan kemesraan
bersama, kami benar-benar bahagia, Kyai. Hingga seminggu yang lalu
terjadi masalah dalam rumah tangga kami, Suami saya mulai bersikap aneh,
dia sering nggak jujur dan pulang larut malam, puncaknya semalam kami
bertengkar hebat dan dia bilang,...“ tanpa disadari wanita ini mulai
menangis sejadi - jadinya, “Dia mau nikah lagi, Kyai. Aku ngga mau
dimadu, aku ngga kuat, ngga mampu, aku cemburu“
Begitu mendengar
akhir kisah wanita malang ini, sontak fikiran Kyai langsung hilang dia
terjerembab kebelakang dan pingsan tak sadarkan diri. Sementara santri
khodam yang baru masuk diruangan tamu terkejut lari tergopoh - gopoh
begitu melihat Kyainya pingsan. Dia berusaha membangunkan Kyainya agar
siuman, tapi percuma tak berhasil. Kemudian dia menoleh pada tamu wanita
yang sedang menangis sejadi - jadinya dalam posisi merundukkan badan,
santri khodam terkesima tak kuat melihat pemandangan yang terpampang
didepan matanya, diapun langsung pingsan tepat berada diatas tubuh
Kyainya.
Menyadari kehadirannya bikin banyak orang susah wanita muda ini pergi berlalu begitu saja tanpa kata.
"Kenapa, Kang? Tadi sampean kok pingsan?" tanya Kyai pada santrinya setelah mereka berdua siuman.
"Anu Kyai, itu lo anu.“ Santri khodam nggak mampu menjawab malah memerah wajahnya.
‘‘Anu apa..? Itu apa..?“ desak Kyai.
"Ngapunten'e, Kyai. Seumur - umur saya belum pernah lihat yang kayak begini, Kyai.” jawab santri malu - malu.
“Lihat apa? “
“Tadi waktu perempuan itu nangis tanpa sadar badannya merunduk, dan
tanpa sadar pula mata saya tertuju pada belahan dadanya, saya ngga kuat
melihatnya langsung pingsan, Kyai“ jawab santri dengan begitu polosnya
dan tampak tersipu.
“Ha..ha..ha... Hoalah, Kang.. Kang.. Kamu kok
yo bisa - bisanya memanfaatkan kesempatan dalam kesusahan orang.
Ha..ha..ha…” Kyai tak henti - hentinya tertawa terbahak - bahak
mendengar kepolosan santrinya.
“Sepindah maleh, ngapunten'e Kyai.
Lha Kyai sendiri kok juga pingsan? Apa juga karena melihat seperti yang
saya lihat?” Tanya santri memberanikan diri.
"Ha..ha..ha.. Ada - ada saja kamu.”
“Lha kenapa, Kyai?”
“Kang, wanita tadi bercerita kalau sama suaminya dia mau dimadu, dia
sedang susah, dia sedang dilanda cemburu. Padahal,... (diam sejenak)
Rasulullah saw bersabda, ”Tidak ada satu pun yang lebih cemburu daripada
Allah” (H.R. Bukhari dan Muslim). Sementara dalam kehidupan ini aku
sendiri masih sering membuat Allah cemburu dengan menyayangi dan
mencintai sesuatu yang melebihi rasa sayang dan rasa cintaku kepada
Allah.” jawab Kyai menjelaskan kenapa dia pingsan.
Si Santri pun manggut manggut tanda paham.
0 komentar:
Post a Comment