3 Tokoh Lirboyo beserta Menantu dan Anak Cucunya

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Asror eL-RomLy (Buya Gembel)

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Gedung Al-Hasan Pon.Pes. Al-Hikmah 02

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

KH.Masruri A.Mughni (Pengasuh Pon. Pes. Al-Hikmah 02)

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Masjid An-Nuur Pon.Pes. Al-Hikmah 02

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Marilah dirikan Sholat dan Menuju Kemenangan

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Acong Is Death (Gembel Arab)

| Aplikasi | Buku | Modding | Pendidikan | Teknologi | Tips dan Trik | Tutorial |.

Tuesday 26 April 2022

PERINGATI HARLAH KE-88, GP ANSOR KARANGSARI ADAKAN BERBAGI TAKJIL DAN DO’A BERSAMA

BREBES, - Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Ranting Desa Karangsari adakan kegiatan pembagian takjil dan do’a bersama. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Karangsari, Kecamatan Bulakamba, Brebes, Minggu, (24/04).


Ketua GP Ansor Ranting Karangsari, M. Asror Mustaghfiri, S.Sy mengatakan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memperingati Harlah GP Ansor yang ke-88. Ada sebanyak 500 takjil yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat umum.


“Pembagian takjil ini diperuntukan untuk masyarakat umum. Ada tiga lokasi yang dijadikan tempat kegiatan, diantaranya, di depan Masjid At-Taqwa Desa Karangsari, Pos Rel Kereta Api dan di Pertigaan Lapangan sepak Bola Desa Karangsari” ucapnya.


Tujuan diadakan kegiatan tersebut, menurutnya, untuk membangkitkan semangat para pemuda yang ada di Desa Karangsari, khusunya yang tergabung dalam GP Ansor. Tak hanya itu, kegiatan berbagi takjil menurutnya juga sebagai salah satu bukti kepedulian para pemuda kepada masyarakat.


“Terlebih jika bergerak dalam hal kebaikan untuk lingkungan sekitar, itu memang tujuan utamanya” jelasnya.


Kegiatan tersebut kemudian dilanjut dengan acara buka puasa dan do’a bersama yang berlokasi di Madrasah Hidayatul Mubtadiin Desa Karangsari, Kec. Bulakamba, Kab. Brebes.


“Harapannya, untuk para pemuda agar dapat bangkit dan bergerak dalam menebarkan kebaikan serta bisa menjaga tradisi Ahlussunah wal jamaah Nahdlatul Ulama di Desa Karangsari. Selain itu, agar pejabat desa dan masyarakat  mengetahui serta memberikan support serta dukungan kepada para kader GP Ansor, IPNU dan IPPNU Ranting Karangsari” Pungkasnya. (AW)

Wednesday 31 March 2021

Biografi KH. Mahrus Aly ( 1907 – 1985 ) Pendiri Pesantren Lirboyo

KH. Mahrus Aly lahir di dusun Gedongan, kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dari pasangan KH Aly bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kyai Sa’id, tahun 1906 M. Beliau adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran. Sifat kepemimpinan beliau sudah nampak saat masih kecil. Sehari-hari beliau menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH Aly dan sang kakak kandung, Kiai Afifi.

Saat berusia 18 tahun, beliau melanjutkan pencarian ilmu ke Pesantren Panggung, Tegal, Jawa Tengah, asuhan Kiai Mukhlas, kakak iparnya sendiri. Disinilah kegemaran belajar ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mumpuni. Selain itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat pada Kiai Balya, ulama jawara pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Pada saat mondok di Tegal inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 M.

Di tahun 1929 M, KH. Mahrus Aly melanjutkan ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH. Kholil. Setelah 5 tahun menuntut ilmu di pesantren ini (sekitar tahun 1936 M) KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni KH. Mahrus Aly berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo. Namun beliau malah diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar. Selama nyantri di Lirboyo, beliau dikenal sebagai santri yang tak pernah letih mengaji. Jika waktu libur tiba maka akan beliau gunakan untuk tabarukan dan mengaji di pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan, Magelang, asuhan Kiai Dalhar dan juga pondok pesantren di daerah lainnya seperti; Pesantren Langitan, Tuban, Pesantren Sarang dan Lasem, Rembang.

KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidak lama, hanya sekitar tiga tahun. Namun karena alimnya kemudian KH. Abdul Karim menjodohkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab, tahun 1938 M. Pada tahun 1944 M, KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangun kediaman di sebelah timur Komplek Pondok. Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tambuk kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo. Di bawah kepemimpinan mereka berdua, kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo. Santri berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti).

KH. Mahrus Aly ikut berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan ini nampak saat pengiriman 97 santri pilihan Pondok Pesantren Lirboyo, guna menumpas sekutu di Surabaya, peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.

KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa timur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mustasyar PBNU pada tahun 1985 M.

Senin, 04 Maret 1985 M, sang istri tercinta, Nyai Hj. Zaenab berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama diderita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan. Banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 Mei 1985 M, kesehatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bhayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya. Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985 M, KH. Mahrus Aly berpulang ke rahmatullah. Beliau wafat diusia 78 tahun. Lahu Alfatihah...

Kisah selengkapnya bisa Anda lihat di buku Tiga tokoh Lirboyo.


Sumber : lirboyo.net

Tuesday 3 April 2018

Sejarah Singkat Berdirinya Pon. Pes. Ma’hadut Tholabah Babakan Lebaksiu Tegal

Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah Babakan didirikan secara resmi pada tahun 1916 M/ 1336 H. oleh K.H. Mufti bin Salim bin Abdur Rahman, seorang ulama asal Desa Balapulang Kabupaten Tegal. Beliau diambil menantu oleh K. Sulaiman, seorang bekel (Kepala Desa) Jatimulya yang dikenal kaya raya diwilayah Kecamatan Lebaksiu saat itu.
KH. Mufti Bin Salim Bin Abdur Rahman, telah mulai merintis kegitan pesantren ini sejak tahun 1913 M, yakni dengan membuka kegiatan pengajian umum di Mesjid Jami dukuh Babakan yang diikuti oleh 12 orang dari lingkungan Babakan.
Ketika kegiatan sudah berjalan 2 tahun,dan peserta pngajian mulai bertambah banyak, maka pada tahun 1916 M. Beliau mulai mengembangkan kegiatan keagamaanya,dengan membangun sebuah musholah di ujung selatan pedukuhan Babakan yang merupakan sentral seluruh kegiatan keagamaan yang di pimpin oleh beliau.Sedangkan para peserta pengajianyang berminat untuk bermukim, mereka membangun sendiri tempat pemukiman sejumlah 4 kamar yang masing-masing berukuran 3 X 4 X 1 M2,dengan lokasi di sebelah selatan Mushola.
Sejak saat itulah tempat aktivitas keagamaan ini dikenal dan di kukuhkan sebagai Pondok Pesantren Ma`hadut Tholabah.

Periodisasi Kepengurusan Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah
Sejak masa berdirinya ( 1916 M.), Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah telah mengalami 5 periode kepemimpinan sebagai berikut ;

1) Periode I ( Tahun 1916 – 1935 M. )
Pengasuh : K.H. Mufti bin Salim (Pendiri)
Dibantu Oleh : KH. Sulaiman ( Mertua )
K.H. Abdurrohim ( Ipar )
K.H. Anwar ( Ipar )
Ny. Hj. Fatimah ( Istri )

2) Periode II ( Tahun 1935 – 1947 M.)
Pembina /Penasehat : Ny. Hj. Fatimah ( Ibu )
Pengasuh : K.H. Ma’sum Mufti (Anak I)
Wakil : K.H. M. Syafi’i Mufti ( Anak II )
Dibantu Oleh : K.H. Abdur Rohim (Pak De )
K.H. Dahlan Anwar ( Ipar )

3) Periode III ( Tahun 1947 – 1982 M. )
Pembina /Penasehat      Ny. Hj. Fatimah ( Ibu )
Pengasuh                      K.H. Isa Mufti (Anak III)
Dibantu Adik-adiknya : Ny.Hj. Khoiriyah Mufti (Anak IV)
K.H. Abdul Malik Mufti (Anak V)
K.H. Baidlowi Mufti (Anak VIII)
Ny. Hj. Mutimah Mufti (Anak IX)
K.H. Khozin Mufti (Anak X)
K.H. Sofwan Mufti (Anak XI)
Para menantu K.H. Mufti.
Pada periode III ini Ny. Hj. Fatimah ( Ibu ) bertindak selaku Pembina Pondok Pesantren, dan sekaligus menangani secara khusus pengelolaan Pondok Pesantren Putri sampai dengan Bliau wafat tahun 1977 M. Untuk selanjutnya Pondok Pesantren Putri dipimpin oleh Ny. Hj. Khoiriyah Mufti yang berlangsung sampai dengan tahun 1990 M.

Sedangkan untuk pengelolaan Madrasah Diniyah khusus diserahkan pada :
1. KH. Abdul Malik Mufti :
Pimpinan Madrasah Diniyah Putra tingkat dasar ( Ibtidaiyah 6 Tahun )
2. KH. Baidlowi Mufti :
Pimpinan Madrasah Diniyah Putra tingkat menengah ( Tsanawiyah )
3. Ny. Hj. Mundiroh ( Istri KH. Isa Mufti ) :
Pimpinan Madrasah Diniyah Putri ( Al Banat )

4) Periode IV ( Tahun 1982 – 2000 M.)
Pengasuh          : K.H. Abdul Malik Mufti
Pengasuh Putri  : Ny.Hj. Khoriyah Mufti

Pada periode ini Pondok Pesantren Putri masih dikelola oleh Ny. Hj. Khoiriyah Mufti sampai dengan tahun 1990, dan dilanjutkan oleh adiknya yaitu Ny. Hj.Mutimah Mufti sampai dengan wafatnya pada tahun 1995.
Sepeninggal Ny. Hj. Mutimah Muft, Tim Formatur Pondok Pesantren menunjuk 3 Orang Menantu KH. Mufti, sebagai Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Putri, yang masing masing mempunyai otoritas dan kewenangan yang sama yaitu
1). Ny Hj Saeroroh Masykuri ( Istri Alm. KH Abdul Malik Mufti )
2). Ny Hj Masyfu’ ah Dahlan (Istri Alm. KH Baedlowi Mufti )
3). Ny Hj Masruroh Masyhudi ( Istri Alm. KH. Sofwan Mufti )

5) Periode V ( tahun 2000 – Sekarang )
Pada pride ini,pondok pesantren dikelola secara kolektif oleh generasi ke tiga (kurun cucu), karena generasi ke dua (kurun anak) telah berakhir tahun 2000,yaitu dengan wafatnya Al Maghfurlah KH.Abd.Malik Mufti,dimana semua saudaranya telah terlebih dahulu wafat sebelum tahun 2000 M.
Sepeninggal Almahfurlah KH. Abdul Malik Mufti, bulan Maret Tahun 2000, terjadilah kefakuman kepemimpinan Pondok Pesantren, khususnya untuk Pondok Pesantren Putra, karena untuk Pesantren Putri masih mengikuti ketentuan periode yang lalu, sedangkan Pondok Pesantren Putra untuk sementara dipimpin oleh sekretaris umum Pesantren, yaitu K.A. Nasichun Isa Mufti sejak 1 April 2000 sampai dengan 15 Desember 2000.
Pada akhir Desember 2000, dibentuk Tim Formatur dari perwakilan masing – masing keluarga, untuk menentukan penanggung jawab pengelola Pondok Pesantren Putra, yang menghasilkan Struktur Pengurus Harian sebagai berikut :
1. KH. Mohammad Syafi’I Baidlowi ( Ketua I )
2. K. A. Nasichun Isa Mufti ( Ketua II )
3. K. Ma’mun Abdul Malik ( ketau III )
Ketiga personil ini diberi tugas untuk mengelola Pondok Pesantren Putra, sampai dengan terbentuknya Kepengurusan baru “ Yayasan Pendidikan Pesantren “, maksimal dua tahun ke depan.
Awal Oktober 2000, terbentuklah kepengurusan Yayasan yang baru, dengan Ketua : K. Hisyam Ma’sum. Dan dari hasil pertemuan seluruh Organ Yayasan pada tanggal 4 Desember 2002 maka telah ditentukan penanggung jawab untuk masing – masing lembaga dibawah naungan Yayasan Pendidikan Pesantren Ma’hadut Tholabah sebagai berikut :
1. Penanggung jawab Pondok Pesantren Putra : KH. Mohammad S. Baidlowi
2. Penanggung jawab Pondok Pesantren Putri : K.A. Nasichun Isa Mufti
3. Penanggung jawab Madrasah Diniyah Putra : KH. Chafidz Isa Mufti
4. Penanggung jawab Madrasah Diniyah Putri : K. Mufti Abdul Malik
5. Penanggung jawab Madrasah Ibtidaiyah (MI) : Fachruri Rofi’i S.Pdi
6. Penanggung jawab Madrasah Tsanawiyah (MTs.M) : Drs. Fatkhuroji M.Si.
7. Penanggung jawab Madrasah Aliyah (MAM) : Baihaqi HR S.Pdi




Wednesday 14 February 2018

Biografi KH. Abdul Karim (1856-1954) Pendiri Pesantren Lirboyo

KH. ABDUL KARIM (1856-1954)
PENDIRI PESANTREN LIRBOYO


Penampilan kiai pendiri dan sekaligus perintis pesantren Lirboyo ini, memang tidak mengesankan seorang kiai besar. Kiai satu ini cukup tawadu` dan sederhana. Tak salah, kesan yang tertangkap adalah seperti orang biasa, bukan seorang kiai yang alim. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu. Karena itu, pernah seorang santri baru yang datang ke pesantren mau mondok dan sempat kecele.

Alkisah, suatu hari ada seorang santri yang datang ke pesantren Lirboyo mau berguru kepada KH. Abdul Karim. Saat turun dari kendaraan, tepatnya di lingkungan pesantren dan menemui KH Abdul Karim --yang lantaran tidak berpenampilan layaknya seorang kiai--

dengan tanpa sungkan, santri itu meminta bantuan untuk membawakan kopernya ke kamar. Anehnya, sang kiai tak keberatan, justru diam saja dan langusng mengangkat barang bawaan santri tersebut.
Saat santri itu memasuki pesantren diiringi sang kiai membawa koper miliknya, tak sedikit santri Lirboyo yang kaget. Bahkan ada yang lari karena ketakutan. Anehnya, kekagetan dan ketakutan santri-santri itu tak membuat santri baru tersebut tanggap, malah biasa-biasa saja. Cuek. Selang beberapa hari kemudian santri itu baru tahu saat ikut shalat berjama`ah setelah melihat bahwa orang yang membawakan kopernya kemarin itu menjadi iman, yang tak lain adalah KH. Abdul Karim. Kontan, santri anyar itu tersentak kaget. Beberapa hari kemudian, entah tak kuat menahan atau menanggung malu, santri itu pulang kampung, tidak pamit.

Sepenggal kisah di atas baru satu bentuk kerendahan hati KH. Abdul Karim. Sebab, kiai satu ini juga dikenal amat sabar, jauh dari sifat marah, santun dalam bertutur dan jika menasehati orang lain lebih pada bentuk “tindakan” daripada kata-kata. Lebih dari itu, kiai satu ini berasal dari keluarga biasa yang berjuang dan tekun belajar hingga akhirnya bisa jadi kiai yang alim.

Anak Seorang Petani Biasa
Adalah Manab, nama kecil KH. Abdul Karim. Lahir sekitar tahun 1856, di Dukuh Banar, desa Diangan, Kawedanan Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Ia merupakan putra ketiga dari pasangan Abdur Rahim-Salamah. Selain sebagai seorang petani, ayah Manab juga seorang pedagang. Kehidupan keluarga Abdur Rahim sebenarnya berkecukupan, hanya setelah sang ayah meninggal dan usaha itu dilanjutkan oleh sang istri serta tak lama kemudian Salmah –ibu Manab- menikah lagi, Manab memutuskan untuk mengembara dengan tujuan menuntut ilmu, ingin meniru kedua kakaknya, yakni Aliman dan Mu`min yang lebih dulu berkelana.

Keinginan Manab itu, nampaknya terinspirasi dari kharisma alim ulama pengikut P. Diponegoro, seperti Kiai Imam Rofi`i dari Bagelan, Kiai Hasan Bashori dari Banyumas dan lain-lain. Dia ingin mengikuti jejak mereka. Ia tidak rela jika hanya menjadi orang biasa, karena itu walau ia hanya anak seorang petani biasa, dia yakin bahwa keturunan sejati adalah keturunan sesudahnya, bukan sebelumnya. Karena bagi Manab, nasab tidaklah penting, yang penting adalah ilmu.

Suatu hari, Aliman pulang ke Magelang. Rupanya Aliman juga bermaksud mengajak Manab yang saat itu berusia 14 tahun untuk berkelana. Dengan berbekal restu orangtua, Manab akhirnya berangkat ke Jawa Timur. Dalam perjalanan itu, kedunya sampai di Dusun Gurah Kediri, bernama Babadan. Di susun inilah, kedunya menemukan sebuah surau yang diasuh oleh seorang kiai, dan mulai nyantri untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar, seperti ilmu amalaiyah –dengan membagi waktu sambil ikut mengetam padi, menjadi buruh warga desa saat panen tiba.

Setelah dirasa cukup, ia meneruskan nyantri ke pesantren yang terletak di Cepoko, 20 kilometer sebelah selatan Nganjuk, dengan bekerja di pesantren itu. Di sini, Manab belajar selama 6 tahun. Lantas pindah ke pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono. Di pesantren ini pula, konon Manab memperdalam al-Qur`an.

Dengan berjalannya waktu, Manab kian beranjak dewasa. Ia semakin menambah ilmu dengan tekun mengaji. Seakan tak puas hanya belajar di dua pesantren, Manab pindah ke Sidoarjo, pesantren Sono --yang terkenal akan ilmu sorofnya. Di pesantren ini, ia mondok 7 tahun dan tidak lagi belajar sambil bekerja, karena seluruh kebutuhannya sudah ditanggung kakaknya. Manab sempat becerita kepada cucu tertuanya, Agus Ahmad Hafidz, “Aku bisa nyantri, karena dianggat oleh kakakku”.

Di pesantren itu, dia memperdalam ilmu sorof. Karena dia ingin jadi spesialis ilmu gramatika Arab ini, sehingga memilih ilmu ini sebagai hobinya. Karena baginya, ilmu sorof itu bagaikan ibunya ilmu sedangkan nahwu adalah ayahnya ilmu. Dari Sono, ia lalu nyantri ke pesantren Kedungdoro dan kemudian ke Madura untuk nyantri kepada kiai Kholil bangkalan (wafat tahun 1923).

Saat belajar ilmu di Madura, Manab banyak menimba ilmu dan tak jarang menerima berbagai ujian. Sempat Manab bekerja guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari bersama Abdullah Fiqih (dari Cemara, Banyuwangi) ke daerah Banguwangi dan Jember. Tapi, apa yang terjadi setelah ia bersusah payah kerja dan pulang dengan membawa hasil? Justru, hasil dari kerjanya itu diminta oleh kiai Kholil untuk makanan kambing-kambing sang kiai. Mau bagaimana lagi, Manab menyerahkannya. Rupanya, itu sebagai isyarat dari Kiai Kholil bahwa Manab ternyata tidak diijinkan bekerja. Konon, sebagai gantinya Manab disuruh memetik daun pace yang tumbuh di sekitar pondok untuk makan sehari-hari. Dari daun itu, Manab mengganjal perutnya. Konon sering makan sisa kerak nasi dari teman-temannya atau kadang ampas kelapa.

Tetapi, semua ini tidak pernah ia keluhkan. Bertahun-tahun ia melakukan tirakat ini sehingga tak aneh jika Manab lebih dikenal sebagai santri yang betah dalam keadaaan lapar. Anehnya, semua itu bagi Manab dirasa sebagai bentuk “perjuangan” untuk mendapat sesuatu yang diharapkan kelak.

Di pesantren ini, hampir 23 tahun Manab nyantri. Saat itu ia sudah berusia 40 tahun, sehingga sudah mencerminkan sosok yang alim dan figur Manab-pun telah menampakkan sosok sesorang kiai. Tidak salah, jika santri-santri menempatkan Manab sebagai kiai, tempat untuk bertanya, minta pendapat dan berguru. Salah satu kiai yang sempat berguru kepadanya adalah Kiai Faqih asal Patik Nganjuk.
Kealiman Manab tentunya bukan sesuatu yang turun begitu saja dari langit. Manab dengan tekun mengaji kitab-kitab kuning dan melakukan telaah. Meski dia kekurangan uang untuk membeli kitab, namun dia punya siasat jitu. Konon, Manab sering melakukan barter. Kitab yang sudah dia pelajari, dia tukar dengan kitab-kitab baru milik temannya. Kadang langsung dijual, lalu dari uang itu dia belikan kitab yang baru.

Diambil Menantu Seorang Kiai
Setelah cukup lama, kiai Kholil merasa Manab sudah lulus. Lalu Manab pamit pulang. Namun sesampainya di Jawa Timur, dia mendengar salah satu sahabatnya kala mondok di Madura, kiai Hasyim Asy`ari telah 3 tahun membina pesantren di Tebuireng, Jombang yang membuat Manab singgah. Di pesantren ini, ternyata dia tidak sekedar singgah dan malah sempat nyantri selama 5 tahun.
Meskipun usia Manab ketika itu sudah mendekati setengah abad, toh dia belum juga melepas masa lajang. Tanpa diduga-duga, datang seorang kiai dari Pare kepada kiai Hasyim yang ingin mengambil menantu Manab. Tetapi, kiai Hasyim diam-diam menolak lamaran itu, karena ingin menjodohkannya dengan salah seorang putri kerabatnya, putri KH. Sholeh dari Banjarmlati, Kediri. Kiai Manab yang saat itu berusia 50 tahun akhirnya menikah dengan Khadijah yang berusia 15 tahun.

Walau sudah menikah, Manab toh masih nyantri juga di Tebuireng. Setengah tahun kemudian, karena sebagai suami, dia akhirnya bermukim di Banjarmlati mendampingi sang istri. Satu tahun kemudian, lahir seorang putri pertama, Hannah (1909) dan Manab masih belum memiliki rumah.

Akhirnya, KH. Sholeh berkeinginan membeli tanah di Lirboyo dan memberikannya kepada Manab. Pembelian itu tidak menemui masalah, sebab Lirboyo dikenal sarang dari keonaran sehingga lurah Lirboyo yang tak mampu lagi menentramkannya memohon bantuan KH Sholeh untuk menempatkan menantunya agar masyarakatnya yang kering akan siraman rohani bisa sadar. Akhirnya, kiai Manab pun menetap di Lirboyo.

Dari situ, kiai Manab boleh dikatakan merintis dari awal. Bahkan, di awal-awal kiai Manab menetap di Lirboyo tidak jarang kena terror. Tujuannya agar kiai Manab tak betah. Tapi dengan ketabahan, kiai Manab justru berhasil menyadarkan penduduk. Lalu, kiai Manab memulai membangun sarana peribadatan, musholla yang 3 tahun kemudian disempurnakan menjadi masjid tahun 1913. Dengan keberadaan masjid itu keberhasilan dakwah kiai Manab kian nampak. Masjid itu tidak sekedar hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai sarana pendidikan dan pengajian.

Dari situ, banyak masyarakat yang kemudian berguru, malahan ada seorang santri yang datang dari Madiun, bernama Umar. Santri pertama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal keluarga besar pesantren Lirboyo, yang dirintis dari nol oleh kiai Manab.

Dengan Sedekah Pergi ke Mekkah
Dengan tekun, rajin dan tabah, kiai Manab mengembangkan pesantren. Dalam satu dasawarsa sudah banyak kemajuan yang dicapai. Jumlah santri semakin bertambah, datang dari berbagai penjuru. Untuk itu, ia kemudian merelakan sebagian tanahnya untuk dihuni santri. Begitulah sifat kiai Manab, seorang pemimpin sejati yang mendahulukan kepentingan orang di atas kepentingan pibadi.

Tapi belum sempurna jika kiai Manab belum menunaikan rukun Islam kelima. Itulah yang masih mengganjal dalam benaknya. Karena itu, setelah kebutuhan santri dipenuhi, dia berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji. Awalnya, dia mau menjual tanah untuk biaya haji, tapi sebelum tanah itu terjual, kabar keberangkatan ternyata sudah tersiar. Dari kabar itulah, banyak penduduk yang ingin mengucapkan selamat dan memberikan tambahan bekal. Anehnya, dari uang pemberian itu terkumpul uang banyak dan sudah bisa digunakan pergi haji dengan tanpa harus menjual tanah. Akhirnya, kiai Manab pun bengkat ke tanah suci dan sepulang dari tanah suci itu, kiai Manab mengganti namanya menjadi Kiai Haji Abdul Karim.

Ada satu sisi kehidupan KH. Abdul Karim yang patut diteladani, yakni suka riyadhah, mengolah jiwa (tirakat). Kebiasaan ini tak pernah ditinggalkan, sejak menuntut ilmu sampai berkeluarga dan menjadi kiai pemangku pesantren. Selain itu, sering menghidupkan shalat malam. Jarang tidur, toh jika tidur cuma sebentar. Iia habiskan malam dengan dzikir, munajat kepada Allah, membaca al-Qur`an dan menelaah kitab. Kebiasaan ini tak asing di mata santri.

Kiai ini juga dikenal lembut. Terbukti ketika menyadarkan santri, kiai memilih jalan menasehatinya dengan tindakan dan kadang-kadang dalam bentuk tulisan yang ditempelkan di dinding pesantren. Pendek kata, kiai memilih jalan menasehati tanpa ada unsur pemaksaan. Apalagi, sampai dengan cara melukai hati.

Tapi, hal yang sungguh luar biasa adalah bentuk tawakkal yang dipegang teguh oleh KH Abdul Karim. Pernah Belanda menyerbu ke pesantren tapi ia tetap diam dan tak gentar sedikitpun. Meski demikian, di masa penjajahan Belanda, kiai tak lantas berpangku tangan. Bahkan pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), ia bersama para ulama sempat dipanggil ke Jakarta. Tujuan Jepang saat itu adalah untuk membentuk Shumubu, Jawatan Agama Pusat yang kemudian diketuai oleh KH. Hasyim Asy`ari dan Shumubu (JA Daerah).

Kiai yang lahir di Magelang ini juga ikut menggembleng dan memberikan doa restu kepada barisan Sabilillah dan Hizbullah. Di samping itu, ia mengirimkan para santrinya untuk ikut bertempur di Medan laga, dua kali ke Surabaya dengan jumlah santri mencapai 97 dan 74 orang, dan sekali ke Sidoarjo dengan jumlah pasukan 309 santri. Juga sempat terlibat dalam pelucutan senjata tentara Jepang di Kediri. Jadi, sang kiai terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan negeri ini.

Masa-masa Akhir
Sekitar tahun 50-an, usia sang kiai sudah mendekati satu abab. Tetapi, usia itu tidak menghalangi niatnya untuk menunaikan ibadah haji, menyertai ibu nyai. Tahun 1952, berkat bantuan biaya dari haji Khozin, seorang dermawan asal Madiun yang waktu itu juga hendak menunaikan ibadah haji, kiai ingin menunaikan ibadah haji kembali. Tetapi tatkala tiba di Surabaya, kondisinya tampak payah, sehingga tim dokter meragukan kesehatan kiai untuk dapat menunaikan ibadah haji.

Tapi, karena niat itu sudah bulat, maka kiai melakukan berbagai cara. Atas bantuan KH. Wahid Hasyim akhirnya ia bisa berangkat dari Jakarta. Seusai ibadah haji kedua, KH Abdul Karim mulai menunjukkan tanda kurang sehat. Beberapa waktu, sempat sakit-sakitan. Akan tetapi yang cukup menyedihkan adalah kesehatan itu kian turun drastis sehingga saraf sebelah kaki tak lagi berfungsi, mengakibatkan ia lumpuh.

Sebenarnya kelumpuhan itu sempat diderita cukup lama, hampir satu setengah tahun. Sampai akhirnya saat memasuki bulan Ramdhan 1374, seminggu kemudian sakit KH. Abdul Karim semakin kritis, sehingga tidak mampu lagi memberikan pengajian dan menjadi imam jama`ah dalam shalat. Tepat, pada hari senin ketiga di bulan suci Ramadhan tahun itu, atau tepatnya tanggal 21 Ramdhan 1374 H, sekitar pukul 13.30 KH. Abdul Karim dipanggil Yang Kuasa. Suasana sedih tentu melingkari keluarga pesantren Lirboyo. Sebab, pendiri pesantren yang selama itu diagungkan telah tiada. Pada sisi yang lain, juga meninggalkan jejak bangunan pesantren yang perlu untuk diteruskan.

Itulah kisah panjang dan perjuangan pendiri sejati, yang telah memulai segala sesuatu dari nol hingga mampu meletakkan tonggak sejarah pesantren Lirboyo dengan melahirkan nasab yang sekarang meneruskan estafet perjuangan dalam menambah deretan pesantren di tanah air ini. Semoga kita bisa meneladani kehidupan dan perjuangan yang telah ditanamkan dalam memberikan sumbangan kepada santri. (n. mursidi/ diolah dari buku 3 Tokoh Lirboyo)






Sumber : Biografi Ulama 
Editor    : Asror eL-Romly

Monday 12 February 2018

Kisah KH Abdul Karim Lirboyo Jadi Kuli Santri Barunya


Assalamu 'Alalaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi salam sejahtera untuk kita semua para pembaca yang selalu dirahmati oleh Allah SWT. Dalam postingan ini, Admin akan menceritakan kisah KH. Abdul Karim Lirboyo jadi kuli santri barunya. Selamat Membaca!!!
Alkisah, Ketika krisis keteladanan melanda generasi suatu bangsa maka menjadi begitu penting membaca dan mengenang kembali para tokoh yang dahulu dikenal memiliki karakter, akhlak, dan kepribadian yang terpuji nan luhur serta patut diteladani generasi sesudahnya. Di antara tokoh dimaksud yang memiliki sejarah hidup mulia dan perlu dikenalkan kepada generasi muda adalah akhlaknya para kiai, di samping tokoh-tokoh pahlawan bangsa.

Pada suatu hari (diperkirakan tahun 1920-an) datanglah seorang pemuda yang baru turun dari dokar di dekat area pondok. Dia membawa perbekalan lumayan banyak dari rumah, sehingga merasa berat untuk dibawanya sendiri. Kemudian pemuda calon santri baru itu melihat ada orang tua yang sedang berkebun. Versi lain mengatakan sedang memperbaiki pagar tembok. Melihat didekatnya ada orang tua, pemuda itu bertanya dengan bahasa Jawa halus: 

"Pak, anu, kulo saumpomo nyuwun tulong kaleh njenengan, nopo nggeh purun? (Begini, Pak, seumpama saya minta tolong anda, apa berkenan)?” Tanya pemuda itu.

"Nggeh, nopo!" Jawab orang tua di kebun itu.

"Niki kulo mbeto kelopo, beto beras, kulo bade mondok teng kilen niko. Tulong jenengan beta'aken (Ini saya membawa kelapa dan beras. Saya mau mondok di barat itu. Tolong anda bawakan),” pinta pemuda tersebut.

"Oh, nggeh mas, kulo purun (Ya mas, saya mau),” balas orang tua.

Lalu dengan senang hati orang tua itu membantu membawakan bekal berupa beras dan kelapa milik pemuda tadi sampai di kompleks kamar santri. Para santri lama yang menyaksikan peristiwa itu terheran-heran: kiainya mengangkatkan barang milik calon santri barunya.

Akhirnya betapa malunya pemuda santri baru tersebut setelah mengetahui ternyata orang yang kemarin dia perintah membantu membawakan barang perbekalannya itulah yang menjadi imam shalat di masjid. Ternyata orang yang mengimami shalat tersebut adalah kiai pengasuh pesantren. Karena kesederhanaan penampilannya, sang pengasuh pesantren disangka orang desa atau petani kampung yang sedang bekerja.

Orang yang membantu mengangkatkan barang pemuda calon santri di atas adalah KH. Abdul Karim, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. (M Haromain) 

Fragmen kisah ini disarikan dari arsip wawancara dengan para alumni Pesantren Lirboyo oleh tim penyusun buku Sejarah Pesantren Lirboyo (2010); Lebih khususnya narasumber cerita ini adalah KH Ahmadi, Ngadiluweh dan almaghfurlah KH. A. Idris Marzuki. 

Kisah KH Abdul Karim Lirboyo Jadi Kuli Santri Barunya
Ketika krisis keteladanan melanda generasi suatu bangsa maka menjadi begitu penting membaca dan mengenang kembali para tokoh yang dahulu dikenal memiliki karakter, akhlak, dan kepribadian yang terpuji nan luhur serta patut diteladani generasi sesudahnya. Di antara tokoh dimaksud yang memiliki sejarah hidup mulia dan perlu dikenalkan kepada generasi muda adalah akhlaknya para kiai, di samping tokoh-tokoh pahlawan bangsa.

Pada suatu hari (diperkirakan tahun 1920-an) datanglah seorang pemuda yang baru turun dari dokar di dekat area pondok. Dia membawa perbekalan lumayan banyak dari rumah, sehingga merasa berat untuk dibawanya sendiri. Kemudian pemuda calon santri baru itu melihat ada orang tua yang sedang berkebun. Versi lain mengatakan sedang memperbaiki pagar tembok. Melihat didekatnya ada orang tua, pemuda itu bertanya dengan bahasa Jawa halus: 

"Pak, anu, kulo saumpomo nyuwun tulong kaleh njenengan, nopo nggeh purun? (Begini, Pak, seumpama saya minta tolong anda, apa berkenan)?” Tanya pemuda itu.

"Nggeh, nopo!" Jawab orang tua di kebun itu.

"Niki kulo mbeto kelopo, beto beras, kulo bade mondok teng kilen niko. Tulong jenengan beta'aken (Ini saya membawa kelapa dan beras. Saya mau mondok di barat itu. Tolong anda bawakan),” pinta pemuda tersebut.

"Oh, nggeh mas, kulo purun (Ya mas, saya mau),” balas orang tua.

Lalu dengan senang hati orang tua itu membantu membawakan bekal berupa beras dan kelapa milik pemuda tadi sampai di kompleks kamar santri. Para santri lama yang menyaksikan peristiwa itu terheran-heran: kiainya mengangkatkan barang milik calon santri barunya.

Akhirnya betapa malunya pemuda santri baru tersebut setelah mengetahui ternyata orang yang kemarin dia perintah membantu membawakan barang perbekalannya itulah yang menjadi imam shalat di masjid. Ternyata orang yang mengimami shalat tersebut adalah kiai pengasuh pesantren. Karena kesederhanaan penampilannya, sang pengasuh pesantren disangka orang desa atau petani kampung yang sedang bekerja.

Orang yang membantu mengangkatkan barang pemuda calon santri di atas adalah KH. Abdul Karim, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. (M Haromain) 

Fragmen kisah ini disarikan dari arsip wawancara dengan para alumni Pesantren Lirboyo oleh tim penyusun buku Sejarah Pesantren Lirboyo (2010); Lebih khususnya narasumber cerita ini adalah KH Ahmadi, Ngadiluweh dan almaghfurlah KH. A. Idris Marzuki.

Terimakasih kami ucapkan kepada para pembaca yang budiman, semoga bermanfaat, Aamiin

 



Sumber : www.nu.or.id
Editor : Buya Gembel

Thursday 2 February 2017

Cara Mendapatkan Pulsa Gratis di Cash tree untuk Pengguna Android


Cashtree adalah aplikasi pulsa gratis yang membagi bagikan pulsa secara gratis melalui android, dengan pulsa yang bisa didapatkannya bisa untuk semua operator provider di tanah air sehingga bisa memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin mendapatkan pulsa gratis secara cepat dan gampang.

Banyak peluang untuk cara mendapatkan pulsa gratis di cashtree ini, tergantung dari kegiatan kita menjalankan apk cashtree ini.

Lebih lanjutnya, agar bisa lebih maksimal ada beberapa istilah dalam apps cashtree dalam menjalankannya.

Istilah istilah ini akan memberikan gambaran bagi siapa saja yang ingin menjelajahi semua fitur dalam cashtree yang akhirnya bisa membuat strategi atau triks tersendiri dalam mendapatkan pulsa gratisnya di aplikasi android cashtree.
Di sini akan di kupas semua istilah atau semua yang berkaitan dengan nama nama dalam aplikasi cashtree [tanpa mengurangi sedikitpun penafsiran dan maksud lain].

Istilah di cashtree aplikasi android pulsa gratis
Ada beberapa yang perlu diketahui oleh kamu para cashtrian atau yang baru mengenal aplikasi cashtree ini. Yang dimakud dalam uraian di bawah ini adalah hal hal mengenai penggunaan, penamaan dan semua fitur yang ada berdasarkan penafsiran kita.

1. Aplikasi cashtree

Aplikasi android yang mengajak kepada penggunanya untuk bekerjasama dengan imbalan pulsa gratis ke semua operator di tanah air dan bisa di download secara gratis baik install lewat link refferal atau yang lainnya (google play store).

2. Cashtrian
Sebutan bagi para pengguna cashtree sebagaimana pada fans page nya cashtree adalah cashtrian. Jadi bila dalam tulisan tulisan pada blog ini kamu menemukan kata cashtrian itu artinya sasarannya adalah pengguna aplikasi cashtree.

3. Pulsa Gratis
Pulsa Gratis dalam cashtree merupakan imbalan untuk setiap aksi yang dilakukan cashtrian dalam menggunakan aplikasi cashtree (baik melalui install apps cashtree lewat link refferal, ikut serta dalam event, download game atau dari 10% pendapatan teman yang di invite).

4. Event
Event merupakan istilah dalam cashtree sebagai ajang kompetisi bagi cashtrian tentang suatu topik. Event ini ada juga yang setiap saat terus berjalan setiap harinya untuk para cashtrian seperti even invite friend, event weekly mission, event flash cash. Jadi, kalau di bedakan berdasarkan waktunya, ada event yang diadakan setiap saat atau ada juga yang diselenggarakan pada waktu tertentu 


5. Refferal link
Setiap cashtrian memiliki link refferal untuk identitas sebagai link promosi bahan invite friend. dengan adanya refferal link ini akan memudahkan kita untuk mendapatkan teman baru yang ingin memasang aplikasi cashtree dan untuk mendapatkan imbalan prosentase 10% nantinya.

6. Download Aplikasi
Download aplikasi mengarah kepada pemasangan aplikasi cashtree untuk android kamu. bisa kamu dapatkan link downloadnya dari link refferal atau langsung di google play store.

7. Kunjungi situs
Setelah aplikasi terpasang dalam hp android kamu, akan ada tampilan untuk membuka kunci dan anjuran mengunjungi situs (bergambar kaca pembesar). Istilah ini akan kamu dapati juga saat kamu membuka aplikasi cashtree, dari sederetan informasi yang ditampilan di headline nya ada kalimat kunjungi, ini yang di maksud kunjungi situs, dengan imbalan pulsa yang didapatkan sudah tertera di sampingnya.

8. Invite friend

Pulsa gratis yang didapatkan di cashtree salah satunya dari invite friend. jadi, ada istilah yang digunakan untuk mengajak teman dengan sebutan invite friend. tengok artikel ini cara mendapatkan cash dari cashtree event invite friend

9. Event weekly invite friend
Event yang menjadi persaingan antara cashtrian adalah dengan berkompetisi di Event weekly invite friend. Event ini merupakan ajang kompetisi yang diadakan cashtree dengan rentan waktunya setiap minggu terus menerus (sampai saat ini). event ini memang memberi imbalan tidak begitu besar, tetapi akan menjadi aset atau bisa dikatakan menjadi sumber penghasilan pulsa untuk all operator secara tidak terasa, ini karena kita mendapatkan 10% dari pendapatan teman yang di invite tadi.
10. Beli pulsa
Beli pulsa bakal kamu temukan di menu cash pada apk cashtree, sebagai menu untuk menukarkan cash yang didapatkan di cahtree dengan pulsa yang kamu inginkan, tinggal pilih nominal an sesuaikan dengan pendapatan pulsa yang ada. Jadi intinya ini sebagai alat untuk menukarkan cash ke pulsa. dengan proses yang tidak lama maka akan masuk langsung ke pulsa operator kamu.


11. Nomor hp

Nomor HP sudah jelas kita tahu, bahwa ini merupakan identitas utama dalam menggunakan apk cashtree, karena pada tahap awal untuk bisa menjalankan aplikasi ini harus melalui verifikasi melalui nomor hp yang digunakan hp android kita.

Itulah Kurang lebihnya mengenai istilah atau sebutan dalam menggunakan aplikasi cashtree serta sepintas hubungannya dengan cara mendapatkan pulsa gratis atau mengetahui besarnya pulsa yang diberikan.

Semoga artikel Kenali istilah di cashtree sebelum dapatkan pulsa gratisnya ini bisa bermanfaat bagi kamu sekalian, selamat mengumpulkan pulsa gratis di cashtree.

Untuk kamu yang belum punya apps cashtree dan ingin dapatkan langsung pulsa Rp. 1000,- pasang sekarang juga dan di sarankan melalui link https://invite.cashtree.id/50cd6b

Monday 14 November 2016

Cara Instal Printer Canon IP 2770/2700 di PC

Canon PIXMA iP2770 Drivers - Berbeda dari series sebelumnya yaitu Canon PIXMA iP1880 dan Canon PIXMA iP19980 yang dapat langsung digunakan pada windows 7 tanpa memerlukan install driver, namun pada Canon iP2770/2702/2700 ini memang memerlukan drivers pada semua os windows.
 
Saya akan share cara mengenai install printer tanpa kita menggunakan DVD Room. bagi pengguna PC sekarang pihak Canon memberi kemudahan yaitu kita dapat menginstall driver tersebut tanpa harus memiliki DVD master. 
 
Berikut cara install printer Canon Ip 2770 yang sudah saya coba dan berhasil:
 
- Silahkan anda terlebih dahulu download driver Printer Canon IP 2770/2700 DISINI atau searching saja di Google banyak yang menyediakannya.
- Setelah driver sudah di download kemudian USB printer pasangkan ke USB notebook anda lalu printer dihidupkan.
- Setelah tu baru buka driver Canon IP 2770 yang sudah anda download tadi, tunggu proses penginstallan sampai selesai.


Untuk mengecek berhasil atau tidaknya silahkan anda buka file Microsoft Word anda lalu tekan tombol CTRL + P, maka di Printer Name secara default muncul jenis printer Canon IP 2770.
Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.
 
 
 
 
Sumber : Acong Is Death di Kedai 26