Pondok Pesantren Al-Hikmah berdiri pada masa penjajahan Belanda. Para Pengasuh Al-Hikmah dianggap oleh Belanda, sebagai pengobar semangat perjuangan. Akibatnya, pada masa revolusi kemerdekaan 1945, Sembilan kamar santri dihancurkan dan dibakar tentara Belanda. Cikal bakal berdirinya Pesantren sendiri, tak lepas dari upaya Mbah Cholil ( KH. Cholil bin Mahalli). Beliau mengimpin para santri dengan gerakan bawah tanah. Melalui pendekatan bilhikmati wal mau’idhotil hasanah (kebijaksanaan, nasihat baik dan keikhlasan berdakwah). Mbah Cholil yang pernah nyantri di Pesantren Mangkang, Semarang, itu mengadakan pengajian dari pintu ke pintu rumah penduduk. Dari surau ke surau yang ada di desa tersebut.
Pola ini dilakukannya selama 10 tahun. Tahun 1922, KH. Suhaimi bin Abdul Ghani – anak dari kakak KH. Cholil – pulang dari Mekah. Disitu keduanya sepakat mengembangkan bangunan pesantren yang telah ada sejak tahun 1911. Maka pada tahun 1926 terwujudlah pondok khusus Takhfidz Qur’an. Dan setelah itu berturut-turut mereka berhasil mendirikan Sembilan buah ruangan untuk asrama para santri. Sejak saat itu arah dan sistem pendidikan segera ditancapkan. Ada dua program pendidikan yang dikembangkan. Pertama, menyelenggarakan pengajian kitab kuning, yang diasuh oleh KH. Cholil. Kedua, pengajian Tahfidzul Qur’an yang diasuh oleh KH. Suhaemi. Maka pada tahun 1929 didirikanlah madrasah ibtidaiyah diniyah, dan mendapat izin operasional dari pemerintahan Belanda pada tahun 1931.
Pola ini dilakukannya selama 10 tahun. Tahun 1922, KH. Suhaimi bin Abdul Ghani – anak dari kakak KH. Cholil – pulang dari Mekah. Disitu keduanya sepakat mengembangkan bangunan pesantren yang telah ada sejak tahun 1911. Maka pada tahun 1926 terwujudlah pondok khusus Takhfidz Qur’an. Dan setelah itu berturut-turut mereka berhasil mendirikan Sembilan buah ruangan untuk asrama para santri. Sejak saat itu arah dan sistem pendidikan segera ditancapkan. Ada dua program pendidikan yang dikembangkan. Pertama, menyelenggarakan pengajian kitab kuning, yang diasuh oleh KH. Cholil. Kedua, pengajian Tahfidzul Qur’an yang diasuh oleh KH. Suhaemi. Maka pada tahun 1929 didirikanlah madrasah ibtidaiyah diniyah, dan mendapat izin operasional dari pemerintahan Belanda pada tahun 1931.
KH. Cholil dan KH. Suhaemi terus berjuang bahu membahu membangun Pesantren. Tidak sia-sia pembinaan yang dilakukan selama bertahun-tahun oleh beliau berdua. Hal ini terbukti pada tahun 1932, dari sejumlah santri yang menghafal Al-Qur’an sudah ada lulusan santri yang khatam bil ghoib. Dengan prestasi inilah pesantren Al-Hikmah mulai mencuat namanya ke berbagai daerah. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka kegiatan-kegiatan Pesantren menjadi lebih komplek dan semarak. Kegiatan yang ada tak hanya sebatas menghapal al-Qur’an tetapi sudah dibarengi dengan pendalaman dan pengajian kitab-kitab kuning oleh tenaga-tenaga muda alumnus dari berbagai pesantren yang salah satunya Ust. Faozan Zaen dari Rembang (sebagai santri yang tahaffudz sekaligus pengajar kitab kuning).
Seputar Profil Pon. Pes. Al-Hikmah 02 Video dibawah ini:
Penyelenggaraan pendidikan Al-Hikmah hingga tahun 1947, dapat dikatakan berkembang pesat. Bahkan selama periode itu, pihak pesantren juga sempat mengembangkan program secara lebih beragam yaitu bidang Qiraatul kutub, Qiraatul Qur’an bit Taghoni (membaca Al QUr’an dengan dilagukan), sistem madras (klasikal), mejelis taklim untuk umum, dan dakwah keliling ke beberapa daerah. Namun perkembangan lembaga pendidikan itu sempat terhenti. Terutama setelah peristiwa pembakaran pondk dan pembunuhan sejumlah ustadz dan santri oleh Penjajah Belanda, tahun 1947-1948.
Diantara para ustadz yang gugur adalah KH. Ghozali, H. Miftah, H. Masyhudi Amin bin H. ANimah, Sukri, Daad, Wahyu, Siroj dll. Selama tujuh tahun berikutnya, laju perkembangan terhenti. Tindakan ini terpaksa dilakukan untuk menghindari penangkapan yang dilancarkan oleh Belanda. Selama tujuh tahun itu pula, Kiai Suhaemi mengungsi ke tempat yang lebih aman, sedangkan secara diam-diam KH. Cholil bersama menantunya KH. Ali Asy’ari dan kawan-kawan melestarikan secara diam-diam lembaga pendidikan yang ada. Masuk di tahun 1952, setelah kondisi relatif lebih stabil dan aman, asrama Pesantren yang sebelumnya sempat hancur dibangun kembali.
Sebagian dibangun untuk menetap para santri, sedangkan sebagian lagi digunakan untuk mendirikan madrasah ibtidaiyah. Kini, setelah mengalami pasang surut perkembangannya, Al-Hikmah telah mencatat kemajuan pesat. Lembaga pendidikan ini menempati areal seluas enam hektar. Melihat jumlah santri yang kian bertambah, guna memaksimalkan bimbingannya, Pondok Pesantren Al-Hikmah membagi kepengasuhannya menjadi PP. Al-Hikmah 1 yang diasuh oleh KH. Soddiq Suhaemi ( putra alm. KH. Suhaemi), serta PP. Al-Hikmah 2 yang diasuh oleh Majelis Pengasuh Pesantren (Putra-Putri alm. KH. Mochammad Masruri Abdul Mughni (cucu KH. Cholil). Tidak kurang sekitar 5000 orang santri mondok di Al-Hikmah saat ini.
Salam Persahabatan
Oleh Santri Badeg : Buya Gembel
0 komentar:
Post a Comment